Jumat, 17 Juli 2015

“Stop Dakwah karena Izin Ortu? No Way!”

       Pagi itu...kulihat wajah ibu kelelahan mengerjakan pekerjaan rumah, Sebagai seorang anak maka sudah menjadi tugas untuk mengambil alih semua pekerjaannya. Sementara disana, *nunjuk kampus tercinta* ada agenda yang juga harus dihadiri pagi itu dan banyak aktivitas dakwah lainnya yang menunggu...
Berbakti kepada ibu dan ayah sama nilainya dengan pahalah Jihad!
Sahabat nabi SAW, Abdullah bin Amru bin ‘Ash berkata: “Pada suatu hari seorang lelaki menghadap Rasulullah SAW, memohon izin untuk ikut berjihad bersama baginda. Lantas Rasulullah SAW bertanya kepada lelaki itu: “Adakah orang tuamu masih hidup?” jawabnya: “Ya, mereka masih hidup,” Rasulullah SAW bersabda: “Dalam diri orang tuamu itulah terdaparat nilai Jihad” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
       Dulunya saya sangat anti organisasi, namun bukan berarti saya tidak suka berorganisasi, melainkan sejak SMP memang orang tua saya melarang untuk mengikuti kegiatan diluar proses belajar-mengajar di sekolah bahkan ekstrakulikuler-pun tidak. Namun sekarang saya merasa telah sangat dalam menggeluti lembaga dakwah kampus.
Saya mengerti alasan orang tua saya melarang untuk ikut berbagai kegiatan yang menguras energi lebih. Tentu saja alasannya untuk kebaikan saya sendiri. Saya paham betul akan kondisi fisik saya yang rentan terserang bahkan kadang-kadang ada pula penyakit yang kambuh di saat-saat tak terduga. Dari pihak keluarga, tak ada yang mendukung berorganisasi dimanapun, bisa dibilang saya beraktivitas tanpa izin orang tua.
Padahal... saya sadar kalau "Ridho Allah ada pada ridho orang tua” tapi jika keinginan menuntut ilmu islam dalam sebuah majelis dilarang, jika menyeru dakwah dan berjihad fi sabilillah dihadang, tentu ada perasaan sedih, marah, kecewa, atas penolakan orang tua. Padahal kita ingin pergi dalam rangka kebaikan.
Mungkin kita pernah merasa iri atau membanding-bandingkan orangtua kita dengan teman-teman kita yang dengan mudahnya mendapatkan izin orang tua, yang pemahaman Islamnya baik, atau iri dengan keluarga teman yang seolah-olah ditakdirkan soleh tujuh turunan. Hingga pernah terbesit dalam hati,
“Mengapa saya tidak dilahirkan dalam keluarga yang pemahaman Islamnya baik ?”
 “Mengapa saya tidak dibesarkan oleh orangtua yang hafidz atau minimal adalah penghafal?”
“Andai saja saya dilahirkan dari keluarga seperti mereka, saya sekarang sudah khatam kitab A atau menjadi hafidzah, menguasai bahasa Arab atau pencapaian lain dalam keagamaan.”
Sungguh, rasanya keluarga mereka terlihat seolah ditakdirkan untuk menjadi sholeh tujuh turunan. Ah, maafkan  pemikiran saya yang tidak sehat ini!
So...sudah menjadi keharusan bagi kita untuk kemudian bersyukur bagi yang dikaruniakan orang tua yang meski bukan ahli agama, tapi mereka mengizinkan kita, anaknya, untuk mencari ilmu islam. Bersyukurlah, bagi kita yang tak dituntut banyak pekerjaan rumah, tetapi diberikan waktu untuk berdakwah di jalanNya. Karena sesungguhnya, orangtua kita hanya ingin anaknya menjadi soleh/ah, menjadi ahli surga, dan yang terpenting menjadi orang yang lebih baik dari mereka, terutama dari sisi agama dan minimal lebih soleh dari mereka. Maka, jika orangtua kita adalah orangtua yang ‘ringan izin’ maka jangan disia-siakan izinnya untuk kita terus menuntut ilmu Islam di luar sana. Jangan pula disalahgunakan untuk pergi keluar dengan bermaksiat. Karena izin kedua orangtualah kita dimudahkan melangkah untuk mencari pahala dan hidayah Allah yang ada di luar rumah.
Meskipun bukan dari mereka kita belajar Islam, tetapi ingatlah, izin merekalah yang telah meringankan kita untuk senantiasa mencari ilmu Islam dan berdakwah untuk Allah. Semoga kebaikan kita di luar sana juga menjadi amalan pemberat bagi orangtua kita yang senantiasa mengizinkan kita keluar rumah untuk aktivitas-aktivitas keislaman. Aamiin
namun siapa sangka, ketika beberapa tahun melakoni aktivitas-aktivitas menjadi aktivis dakwah, kesehatan saya alhamdulillah lebih terjaga, padahal banyak aktivitas, sedikit istirahat dan tidak jarang terlambat suplai nutrisi, tapi saya merasakan kekuatan fisik yang lebih energig apalagi kekuatan rukhiyah ^_^
Beberapa tahun lalu, ketika berubah status menjadi senior di kampus, tak sengaja ada seorang junior yang datang kepadaku dan mengutarakan apa yang ada di dalam hatinya! Yupzz, lebih tepat mungkin kita sebut curhat!!
Diawali dari sebuah pertanyaan;
“Kak, pernahki mau pergi kegiatan tapi tidak diizinkan orang tua???” kebetulan adik akhwat ini bukan anak kost-kosan dan jarak rumahnya ke kampus juga kurang lebih sama denganku.
Dengan santai sayapun menjawab... “oh Jelas, pernah!! Sering malah...”
Dilanjutkan lagi oleh si adik, ia mengatakan bahwa “Meminta izin sama orang tua merupakan hal tersulit kak”
Panjang lebar bercerita, si adik akhwat sudah terisak-isak dengan deraian air matanya!
Tiba-tiba terasa sangat menyesakkan, yupzz seolah-olah terbayang dihadapanku momen-moment saat meminta izin pada orang tua tiap kali akan keluar, bayangkan saja keluar untuk tujuan akademikpun sangat banyak pertimbangan, apalagi selainnya. Ada kata-kata ibuku yang sangat melekat diingatanku, ketika tiba waktu saya akan pergi Liqo’ dan meminta izinnya,  redaksinya seperti ini;
“Gak usah dulu pergi nak, ini lagi hujan deras juga, kamu sudah sering skali keluar, tidak adakah hari liburmu, istirahat dulu...kalo cuma kegiatan pengajiankan sudah sering, skali-kali tidak ikut tidak papakan! Bukan juga tugas kuliahmu, dengar kalau orang tua bicara”
*jleb... -_-
Yaahh mengingat birrul walidain, tidak sepantasnyalah saya membalas kembali apa yang dikatakan ibuku sebagai bentuk respon pembelaan ataupun pembenaran. Ingat,,, orang tua paling tidak suka apabila ia berbicara dalam bentuk menceramahi kita kemudian kitapun ikut berbicara yang akan terkesan membangkang walaupun kebenaran berpihak kepada kita...itu akan membuat orangtua kita volume emosionalnya bertambah. So, lebih baik diam...yupzz mendengar redaksi dari jawaban ibuku tadi, saya hanya bisa terdiam dengan mata berkaca-kaca sambil berbicara didalam hati “seandainya saja ibu tau....”
Kembali pada pernyataan si adik tadi bahwa minta izin adalah hal tersulit baginya, hmm saya hanya bergumam dalam hati “Ah, ini lagu lama...” ini mah sudah biasa!! Bahkan rasa-rasanya saya sudah khatam untuk masalah ini, sudah tahan banting Coy!! ^_^
Namun, saya sangat memahami adik ini sebagai kader yang baru...rupanya saat ini ia sedang berhadapan dengan orang yang bernasib sama dengannya! Hehee...
Yaah lumayan beberapa pengalaman dan trik menghadapi orang tua telah di sharekan pada adik, urat-urat pada raut wajahnyapun mulai terlihat menghilang, itu tandanya si adik ini merasa sedikit legah! Pelangipun hampir menampakkan dirinya karena baru saja hujan deras ^_^ huhuu*
Yupzz back to amanah dakwah kampus, terkadang kita merasa seperti harus menjadi robot untuk bisa melakukan semua amanah, yang ini belum selesai, sekarang ditambah lagi amanah baru, bahkan ada yang mendapat amanah gak cuma disini, tapi juga punya amanah-amanah di tempat lain. Namun jangan pernah ada ungkapan seorang aktivis dakwah yang meminta cuti dari amanahnya. Mungkin para pejuang dakwah mempuyai tantangan-tantangan sendiri  sehingga membuat merekapun ingin dipahami. Jadi sangat mengherankan jika dilihat bahwa masih ada diantara para aktivis dakwah tersebut yang belum bisa saling memahami, dapat diprediksikan bahwa sesama kader mungkin masih ada yang belum memiliki ikatan hati yang kuat. hmm Apakah do’a rabithah ini tidak berfungsi karena kesalahan bacaan? Ataukah karena kesalahan niat? Atau karena kesalahan dalam menjalankan aktivitas dakwah ini?.
       Mungkin juga diantara kita ada yang merasakan bahkan pernah berkata seperti ini; “Seandainya aku bisa berkata seperti mereka, bahwa aku juga lelah karena Sudah beberapa tahun aku melakukan hal yang sama dikampus ini, menyelesaikan masalah yang sama. Tidakkah mereka pikir aku bosan? Mengurusi banyak masalah yang seharusnya bukan bagianku. Jika selama waktu itu pula aku selalu harus tidur tanpa bisa nyenyak, bertahan dengan rasa sakit yang berulang di tubuhku, bahkan sesekali harus mampir di rumah sakit atau menelan bahan-bahan kima yang diracik dalam bentuk pil untuk menahan rasa sakitku. Tidakkah mereka pikir aku lelah? Jika setiap malam aku harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan diriku sambil otak ini terus berfikir apa yang sebaiknya kulakukan untuk perkembangan dakwah? Tidakkah mereka pikir aku tertekan? Semua orang juga butuh dipahami. Jika mereka semua selalu meminta untuk dipahami, lalu siapa yang bisa memahamiku. Walaupun sebenarnya kita sendiri telah mengetahui jawabannya bahwa “Allahlah yang kemudian akan memahami kita pastinya”.
       Sahabatku, para aktivis dakwah, pernahkan kita berfikir bahwa keluhan-keluhan kita dalam aktivitas dakwah selama ini bisa melukai hati seorang saudara seperjuangan kita? Pernahkah kita berfikir bahwa pilihan untuk istirahat di jalan ini ternyata menambah beban bagi saudara kita yang harus menambah amanah dengan bagian yang sebenarnya jatah kita? Tegakah kita saling menghakimi? Tegakah kita saling mendzolimi? Jika tidak, kenapa masih ada yang meminta istirahat dijalan dakwah ini walaupun mungkin hanya sementara? ataukah masih ada yang mengedepankan nafsu-nafsu pribadi ketika ada seruan dakwah entah rapat, ta’lim dsb, namun kita masih sempat ogah-ogahan di kost, sedangkan diluar sana ada saudari kita yang sangat bersemangat untuk menjemput seruan dakwah namun kadang terkendala dengan persoalan izin saja misalnya!
Semoga itu tidak termasuk kita...(^_^) Karena tempat istirahat kita yang sesungguhnya adalah ketika kita telah menginjakkan kaki ini di SyurgaNya kelak! Aamiin
       Satu lagi alasan kenapa saya tidak menyia-nyiakan agenda-agenda dakwah adalah karena makna silaturahim yang selalu terjalin dengan tatap muka bersama kader-kader yang lain. Walaupun sebagian besar tidak jarang ditemui dengan keluhan-keluhan yang sama saja, tapi tetap saja tak pernah lelah bagi kita saling menasehati untuk tetap istiqomah.
       Karena “Nikmat yang paling indah itu adalah, ketika kita begitu sibuk dengan urusan kita sendiri, namun kita masih menyempatkan waktu untuk kemudian memikirkan orang lain”
Dan juga diakui atau tidak, baik atau buruknya perilaku seseorang itu, juga tergantung dengan siapa ia bergaul. Ketika sahabatnya adalah orang-orang yang memiliki akhlakul karimah (akhlak yang mulia), maka secara tidak langsung ia telah ikut merasakan langkah sahabat-sahabat nya yang mulia. Begitu pula sebaliknya, ketika yang mejadi teman gaul itu adalah sekelompok orang yang jauh dari cahaya Allah, maka kita pun akan mengikuti mereka sedikit demi sedikit. Sebab itu, kita perlu melihat lagi dengan siapa kita bersahabat, sehingga tidak menyesal dikemudian hari.
Terlalu banyak alasan untuk kemudian saya harus berada di jalan dakwah ini, yah itu sebabnya sampai hari ini para pejuang dakwah masih tetap tegar dijalan dakwah ini bahkan sampai harus mengorbankan banyak waktu-waktu pribadi untuk menyelesaikan beberapa amanah yang kebetulan beruntun dalam waktu yang bersamaan. Bahkan Tak jarang kesehatan sahabat-sahabat pejuang dakwah sering terganggu namun kita harus yakin bahwa Allah tidak pernah menyulitkan hamba-Nya dan tidak pernah membuat Hamba-Nya menderita, pasti ada maksud lain yang ingin disampaikanNya dibalik ujian yang diberikan dan pasti ada hikmah yang tersembunyi yang kadang butuh waktu bagi kita untuk memahaminya.
“Seorang muslim tidak mengalami kelelahan, kesakitan, kedukaan, kesedihan, penderitaan, maupun kemurungan, hingga tertusuk duri sekalipun, kecuali Allah akan menghapus sebagian dosa-dosanya karenanya.” (Hadits riwayat Bukhari-Muslim)
Sekarang disaat kita telah tenggelam dalam aktivitas yang begitu menyibukkan, berkumpul dengan kawan-kawan seperjuangan, mondar-mandir di forum syuro’ untuk mendiskusikan agenda-agenda dakwah, mari kita sejenak menoleh dan mencoba berada di dunia Ibu (dibayangkan aja yah ^_^).
       Sejak awal kita memasuki dunia dakwah ini, orangtua, khususnya lagi ibu kita sebenanya beliau menahan perih di hati karena harus merelakan waktu bersama anaknya. mungkin diantara kita ada yang orang tua paham anaknya sebagai seorang aktivis, tapi beliau rela karena waktu sang anak  tidak lain dihabiskan di jalan Allah SWT. Sadarkah kita disaat hari-harinya penuh dengan pekerjaan yang melelahkan, ia sempat berharap suatu ketika saat anaknya sudah besar, anak-anaknya akan dengan senang hati membantunya. Tapi semua itu harus rela ia pendam, karena sang anak kini sibuk di jalan dakwahnya. Tahukah kita di setiap doanya selalu menyebut nama anaknya, selalu mengharap kebahagian untuk anaknya, selalu mengharap keberhasilan bagi kita, dan selalu ada tetes air mata rintihan rindu kehangatan untuk bersama dengan anak-anaknya. Tapi semuanya beliau pendam karena sang anak kini sedang berjuang di jalan Allah. Setidaknya begitulah pikiran yang ada dalam benak beliau.
       Tapi kini mari kita kembali bercermin pada diri kita. Sudah seperti apa diri kita?? Apa memang kita sudah melakukan seperti apa yang diduga dan diharapkan orangtua kita? bahwa kita benar-benar telah menghabiskan waktu di jalan Allah SWT, Sudahkah kita benar-benar berjuang dan berkorban di jalan yang kita pilih ini?? Sudahkah kita berkorban sebagai mana orangtua kita berkorban?
Rasanya malu sekali, ketika ternyata keikut sertaan kita dijalan dakwah ini tidak kita maksimalkan peran serta kita di dalamnya. Kita hanya sekedar menjadi anggota gerakan dakwah yang sekedar ikut syuro’-rapat ini dan itu, tapi tidak pernah memberikan peran yang berarti. Alhasil, ada atau tidak adanya diri kita akan dianggap sama saja. Seperti itukah seorang pen-dakwah yang sesungguhnya??? Selalu meminta izin kepada orangtua untuk pulang terlambat dengan alasan ada kegiatan dakwah, tapi dalam prakteknya kita hanya sebagai anggota pasif.
Yupzz, kembali pada rutinitas dirumah seperti biasanya, ketika kita berada dirumah sudah menjadi tugas kita nyapu, nyuci, masak, dll pokoknya ber-birrul walidainlah...namun rasanya ada yang mengganjal ketika kita sibuk dengan rutinitas dirumah, sedangkan diluar sana banyak agenda dakwah yang harus dihadiri. Apa mau dikata, mengambil hati ayah dan ibu haruslah jadi prioritas, maka dari itu mulai hari senin sampe kamis harus start ekstra rajin biar jum’at-sabtu-ahad bisa diizinkan keluar. *eh ada udang dibalik batu..hehe ^_^
Abu Said al Khudri berkata : Seorang lelaki berhijrah kepada Rasulullah dari Yaman dan ingin jihad, lalu Rasulullah bertanya, "Apakah di Yaman masih ada orang tuamu?" "Ya". Nabi saw bertanya, "Apakah keduanya telah mengizinkanmu?" Orang itu menjawab, "Tidak" Nabi saw bersabda, "Kembalilah kepada kedua orag tuamu dan mintalah izin dari keduanya. Jika keduanya mengizinkan maka kamu boleh ikut berjihad, jika tidak mengizinkan maka kamu harus berbuat baik kepada keduanya, karena hal itu merupakan sebaik-baik apa yang kamu pakai bekal untuk bertemu Allah setelah tauhid.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Hibban)

Kesulitan memperoleh izin dari orang tua memang dialami oleh setiap kita (aktivis dakwah), khusus buat yang nggak nge-kost di daerah kampus, karena kebanyakan dari kita berasal dari berbagai daerah bahkan ada yang dari luar kota makassar. Bahkan kita yang tinggal bersama orang tua, biasanya perlu pake' surat permohonan izin kepada orang tua untuk agenda-agenda yang menuntut dan mengharuskan kita untuk bermalam misalnya. Bakal ribet kan? Tenang, ini hanya perlu disiasati. yah, dengan menarik perhatian mereka ketika di rumah. Jangan sampai, kita rajin di lapangan dakwah, tapi malas di rumah sehingga ketika meminta izin ketika ada agenda dakwah, sulit sekali diberi ongkos jalan. *eh? -__-
 maklum saja jarak dari rumahku ke kampus bukan hanya beberapa langkah, tapi musti naik angkot berhubung kurang lebih 35 menit naik angkot baru nyampai dan ditambah lagi BBM naik sudah naik pada waktu itu! Hehe... kebayang ^_^ yupzz kembali ke fokus!
       Kembali pada management diri dalam keluarga.
Jadi cara kita membahasakan aktivitas dakwah kita pada orang tua, dengan santai. Gunakan bahasa di rumah. Jangan terburu-buru bilang mau syuro' tanpa menjelaskan maknanya. Bilang mau liqo' tapi gak dijelaskan ke mana liqo'nya. Terbuka sama keluarga itu perlu. Sembari melakukan kewajiban kita sebagai anak yang rajin, sholih, pinter ngaji, penurut dsb.. hehee
Mengambil hati orang tua itu
suatu keharusan agar dapat ridho Allah en mudah dapet izin buat kita berdakwah ^_^
Semoga apapun alasan kita itu bisa menjadi udzur di hadapan Allah SWT kelak. Namun harus benar-benar ada usaha keras kita untuk selalu mendapat ridho dari orang tua. Jangan lantas menjadikan udzur tersebut sebagai alasan tanpa ada usaha untuk keluar darinya.
Nah, berikut ini sedikit trik-trik yang dapat dipraktikkan untuk mencuri hati orang tua
1 . Jadilah anak yang rajin
Kerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang kamu bisa, misalnya menyapu lantai, mengepel, mencuci pakaian orang tuamu, memasak, mencuci piring, dan banyak lainnya. Makan bareng, ajak sholat bareng, Mungkin apabila engkau dahulu tidak biasa melakukan hal yang demikian, maka orang tuamu akan heran dengan perubahan sikapmu.
2. Tunjukkan akhlak yang baik 
      Untuk point ini mempunyai andil besar dalam meraih ridho orang tua. Tunjukkan perilaku yang baik selama engkau bersama orang tua di rumah berbicaralah kepada mereka dengan sopan dan lemah-lembut, rendahkan suaramu di hadapannya. Tunjukkan bahwa aktivis dakwah itu anaknya baik-baik, nurut sama orang tua, dan tidak membangkang orang tua.
      3. Hindari debat dengan orang tua
    Banyak kasus-kasus yang para orang tua terlanjur illfeel dengan aktivis dakwah gara-gara terburu-burunya dalam berdakwah kepada keluarganya. Biasanya ini dialami oleh ikhwa yang baru awal-awal berhijrah karena begitu bersemangatnya. Bersegera dalam dakwah keluarga itu memang sangat bagus asalkan berdakwah dengan lemah-lembut. Bukan ketika kita melihat kemungkaran kemudian langsung berkata, “Itu bid’ah, ini bid’ah, itu gak ada tuntunannya, ini gak boleh, haram hukumnya!”. Lihat-lihat sikon, siapa kita, dan siapa yang kita hadapi. Jika kita tergesa-gesa dan salah langkah, bukan kesadaran yang didapat melainkan mereka akan lari dari dakwah kita. Namun, jika memang mereka memancing perdebatan, maka jawablah dengan sopan, lemah-lembut, dan tidak terkesan menggurui...ok!
     4. Ceritakan yang baik-baik tentang dakwah
Bukan berarti kita harus membaca siroh sampai tamat sehingga bisa menceritakan sejarah, dll, melainkan kita harus ceritakan kepada orang tua tentang aktivis dakwah, adab-adab mereka yang baik-baik, hafalan anak-anak kecil yang masya Allah, dll.
Jadi, pada dasarnya trik mana yang sesuai untuk dijalankan itu kita sendiri yang lebih bisa menentukan.
Keempat trik diatas bisa berhasil apabila keluarga kita biidznillah mudah untuk menerima. Namun bagi yang belum berhasil, coba baca trik terakhir di bawah ini.
5. Terkadang nekat itu perlu
yupzz kita sebut jurus pamungkas! Ini merupakan jalan keluar terakhir bagi kita ketika berada dalam kondisi tidak nyaman seperti ini. Bagi kita yang sudah sekian tahun lamanya berjuang   dan juga berdo’a tentunya tetapi masih saja belum membuahkan hasil berupa keridhoan orang tua dan apabila kita berpikir, “Harus sampai kapan begini terus. Kalau bukan sekarang kapan lagi“, maka trik ini tidak ada salahnya untuk dicoba. Namun, ini hanya boleh dipraktikkan oleh kita yang benar-benar tegar dan tahan banting dan harus memegang erat pendiriannya serta harus siap dengan segala konsekuensi dari pilihannya tersebut. Misalnya, nekat terlambat pulang maka harus siap untuk selalu diceramahin pas pulang dirumah, jadi selepas kuliah walaupun kuliah pagi dan hanya 1 mata kuliah saja, kemudian ada agenda di sore hari, maka kita boleh me-Non Aktifkan HP kita disaat-saat tertentu karena biasanya ada orang tua yang cemasnya berlebihan, masih sore aja sudah diteror sama orang tua, kurang lebih redaksinya seperti ini; “kalau sudah tidak ada kegiatan perkuliahan, pulang skarang!!!” jadi apapun alasannya orang tua tidak mau tau... hikssss... yaahh itu mungkin sudah biasa yah, orang tua mana yang tidak cemas, apalagi menjelang magrib misalnya, tapi bila Hp kita Non Aktif, biasanya siap-siap saja teman dekat kita yang jadi sasaran diteror, setidaknya orang tua memastikan terambat pulangnya kita sebab ada kegiatan bersama dengan teman kita, karena biasanya ada pemakluman lebih bila orang tua berbicara langsung dengan teman kita, dll. Nah, itu hanya salah satu contoh saja, jadi silahkan berkreatif dengan jurus-jurus pamungkasnya.

Luruskan niat semata-mata hanya mengharap Ridho Allah SWT. Seseorang akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Dalam hal ini saya tidak bermaksud mengajarkan seorang anak membangkang pada orang tua. Namun perlu diingat lagi bahwa kita lebih tahu kadar diri kita. kita pun lebih tahu kondisi orang tua kita jadi pikirkan matang-matang setiap gerak-gerik dan langkah kita. Keberhasilan tergantung pada usaha kita dan semata-mata atas pertolongan Allah SWT.

Allah SWT berfirman;
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad : 7)

Semoga ini bisa menjadi penyemangat bagi kita semua ikhwafillah!
Wallahu a’lam, semoga trik di atas berhasil dan bisa menjadi motivasi bagi para pejuang dakwah. Pertahankan apa yang sudah susah payah kita perjuangkan. Luruskan niat semata-mata hanya untuk mengharap ridho Allah SWT.
Karena Allah telah tunjukkan jalan...maka genggamlah erat-erat dakwah ini dan mohonlah Allah untuk bukakan kemudahan lewat orangtua...
Karena Allah telah tunjukkan jalan...jagan pernah gentar dengan penghalang apapun, karena itu akan menjadi ujian seberapa yakinnya kita akan janjiNya...
Karena Allah telah tunjukkan jalan...semoga istiqomah dan menjadi langkah menuju surga bersama orang-orang yang kita cintai kelak...

Wahyuni~Sakura ^_^
Hanya salah satu penulis dalam buku ini dari sekian banyak Ikhwa Stikes NHM yang hebat-hebat (KAMMI&LDK)