Pagi itu...kulihat wajah ibu kelelahan mengerjakan pekerjaan rumah, Sebagai
seorang anak maka sudah menjadi tugas untuk mengambil alih semua pekerjaannya. Sementara
disana, *nunjuk kampus tercinta* ada agenda yang juga harus dihadiri pagi itu dan banyak aktivitas dakwah lainnya yang
menunggu...
Berbakti kepada ibu dan ayah sama nilainya dengan pahalah Jihad!
Sahabat nabi SAW, Abdullah bin Amru bin ‘Ash berkata: “Pada suatu hari
seorang lelaki menghadap Rasulullah SAW, memohon izin untuk ikut berjihad
bersama baginda. Lantas Rasulullah SAW bertanya kepada lelaki itu: “Adakah
orang tuamu masih hidup?” jawabnya: “Ya, mereka masih hidup,” Rasulullah SAW
bersabda: “Dalam diri orang tuamu itulah terdaparat nilai Jihad” (Hadits
riwayat Bukhari dan Muslim).
Dulunya saya sangat anti organisasi, namun bukan berarti saya tidak suka berorganisasi, melainkan
sejak SMP memang orang tua saya melarang untuk mengikuti kegiatan diluar proses
belajar-mengajar di sekolah bahkan ekstrakulikuler-pun tidak. Namun sekarang saya merasa telah sangat dalam menggeluti lembaga dakwah kampus.
Saya mengerti alasan orang tua saya melarang untuk ikut berbagai
kegiatan yang menguras energi lebih. Tentu saja alasannya untuk kebaikan saya
sendiri. Saya paham betul akan kondisi fisik saya yang rentan terserang bahkan kadang-kadang
ada pula penyakit yang kambuh di saat-saat tak terduga. Dari pihak keluarga,
tak ada yang mendukung berorganisasi dimanapun, bisa dibilang saya beraktivitas
tanpa izin orang tua.
Padahal... saya sadar kalau "Ridho Allah ada pada ridho orang tua”
tapi jika keinginan menuntut ilmu islam dalam sebuah majelis dilarang, jika menyeru dakwah
dan berjihad fi sabilillah dihadang, tentu ada perasaan sedih, marah, kecewa, atas penolakan orang
tua. Padahal
kita ingin pergi dalam rangka kebaikan.
Mungkin kita pernah merasa iri atau
membanding-bandingkan orangtua kita dengan teman-teman kita yang dengan
mudahnya mendapatkan izin orang tua, yang pemahaman Islamnya baik, atau iri dengan keluarga
teman yang seolah-olah ditakdirkan soleh tujuh turunan. Hingga pernah terbesit
dalam hati,
“Mengapa saya tidak dilahirkan dalam
keluarga yang pemahaman Islamnya baik ?”
“Mengapa
saya tidak dibesarkan oleh orangtua yang hafidz atau minimal adalah penghafal?”
“Andai saja saya dilahirkan dari
keluarga seperti mereka, saya sekarang sudah khatam kitab A atau menjadi
hafidzah, menguasai bahasa Arab atau pencapaian lain dalam keagamaan.”
Sungguh, rasanya keluarga mereka
terlihat seolah ditakdirkan untuk menjadi sholeh tujuh turunan. Ah, maafkan pemikiran saya yang tidak sehat ini!
So...sudah menjadi keharusan bagi kita untuk kemudian bersyukur bagi yang
dikaruniakan orang tua yang meski bukan ahli agama, tapi mereka mengizinkan kita, anaknya, untuk
mencari ilmu islam.
Bersyukurlah, bagi kita yang tak dituntut banyak pekerjaan rumah, tetapi diberikan waktu untuk
berdakwah di jalanNya. Karena sesungguhnya, orangtua kita hanya ingin anaknya
menjadi soleh/ah,
menjadi ahli surga, dan yang terpenting menjadi orang yang lebih baik dari
mereka, terutama dari sisi agama
dan minimal lebih soleh dari mereka. Maka, jika orangtua kita adalah
orangtua yang ‘ringan izin’ maka jangan disia-siakan izinnya untuk kita terus menuntut ilmu Islam di
luar sana. Jangan pula disalahgunakan untuk pergi keluar dengan bermaksiat.
Karena izin kedua orangtualah kita dimudahkan melangkah untuk mencari pahala
dan hidayah Allah yang ada di luar rumah.
Meskipun bukan dari mereka kita belajar
Islam, tetapi ingatlah, izin merekalah yang telah meringankan kita untuk
senantiasa mencari ilmu Islam dan berdakwah untuk Allah. Semoga kebaikan kita
di luar sana juga menjadi amalan pemberat bagi
orangtua kita yang senantiasa mengizinkan kita keluar rumah untuk aktivitas-aktivitas
keislaman. Aamiin
namun siapa sangka, ketika beberapa
tahun melakoni aktivitas-aktivitas menjadi aktivis dakwah, kesehatan saya
alhamdulillah lebih terjaga, padahal banyak aktivitas, sedikit istirahat dan
tidak jarang terlambat suplai nutrisi, tapi saya merasakan kekuatan fisik yang
lebih energig apalagi kekuatan rukhiyah ^_^
Beberapa tahun lalu, ketika berubah
status menjadi senior di kampus, tak sengaja ada seorang junior yang datang
kepadaku dan mengutarakan apa yang ada di dalam hatinya! Yupzz, lebih tepat
mungkin kita sebut curhat!!
Diawali dari sebuah pertanyaan;
“Kak, pernahki mau pergi kegiatan tapi
tidak diizinkan orang tua???” kebetulan adik akhwat ini bukan anak kost-kosan
dan jarak rumahnya ke kampus juga kurang lebih sama denganku.
Dengan santai sayapun menjawab... “oh
Jelas, pernah!! Sering malah...”
Dilanjutkan lagi oleh si adik, ia
mengatakan bahwa “Meminta izin sama orang tua merupakan hal tersulit kak”
Panjang lebar bercerita, si adik akhwat
sudah terisak-isak dengan deraian air matanya!
Tiba-tiba terasa sangat menyesakkan,
yupzz seolah-olah terbayang dihadapanku momen-moment saat meminta izin pada
orang tua tiap kali akan keluar, bayangkan saja keluar untuk tujuan akademikpun
sangat banyak pertimbangan, apalagi selainnya. Ada kata-kata ibuku
yang sangat melekat diingatanku, ketika tiba waktu saya akan pergi Liqo’ dan
meminta izinnya, redaksinya seperti ini;
“Gak usah dulu pergi nak, ini lagi hujan
deras juga, kamu sudah sering skali keluar, tidak adakah hari
liburmu, istirahat dulu...kalo cuma kegiatan pengajiankan sudah sering, skali-kali
tidak ikut tidak papakan! Bukan juga tugas kuliahmu, dengar kalau orang tua
bicara”
*jleb... -_-
Yaahh mengingat birrul walidain, tidak
sepantasnyalah saya membalas kembali apa yang dikatakan ibuku sebagai bentuk
respon pembelaan ataupun pembenaran. Ingat,,, orang tua paling tidak suka
apabila ia berbicara dalam bentuk menceramahi kita kemudian kitapun ikut
berbicara yang akan terkesan membangkang walaupun kebenaran berpihak kepada
kita...itu akan membuat orangtua kita volume emosionalnya bertambah. So, lebih
baik diam...yupzz mendengar redaksi dari jawaban ibuku tadi, saya hanya bisa terdiam dengan mata
berkaca-kaca sambil berbicara didalam hati “seandainya saja ibu tau....”
Kembali pada pernyataan si adik tadi
bahwa minta izin adalah hal tersulit baginya, hmm saya hanya bergumam dalam
hati “Ah, ini lagu lama...” ini mah sudah biasa!! Bahkan rasa-rasanya saya
sudah khatam untuk masalah ini, sudah tahan banting Coy!! ^_^
Namun, saya sangat memahami adik ini
sebagai kader yang baru...rupanya saat ini ia sedang berhadapan dengan orang
yang bernasib sama dengannya! Hehee...
Yaah lumayan beberapa pengalaman dan
trik menghadapi orang tua telah di sharekan pada adik, urat-urat pada raut
wajahnyapun mulai terlihat menghilang, itu tandanya si adik ini merasa sedikit
legah! Pelangipun hampir menampakkan dirinya karena baru saja hujan deras ^_^
huhuu*
Yupzz back to amanah dakwah kampus, terkadang kita merasa seperti harus menjadi robot untuk bisa melakukan
semua amanah, yang ini belum selesai, sekarang ditambah lagi amanah baru, bahkan
ada yang mendapat amanah gak cuma disini, tapi juga punya amanah-amanah di tempat
lain. Namun jangan pernah ada ungkapan seorang aktivis dakwah yang meminta cuti
dari amanahnya. Mungkin para pejuang dakwah mempuyai tantangan-tantangan
sendiri sehingga membuat merekapun
ingin dipahami. Jadi sangat mengherankan jika dilihat bahwa masih ada diantara para
aktivis dakwah tersebut yang belum bisa saling memahami, dapat diprediksikan
bahwa sesama kader mungkin masih ada yang belum memiliki ikatan hati yang kuat.
hmm Apakah do’a rabithah ini tidak berfungsi karena kesalahan bacaan? Ataukah karena
kesalahan niat? Atau karena kesalahan dalam menjalankan aktivitas dakwah ini?.
Mungkin juga diantara kita ada yang merasakan bahkan pernah berkata
seperti ini; “Seandainya aku bisa berkata seperti mereka, bahwa aku juga lelah
karena Sudah beberapa tahun aku melakukan hal yang sama dikampus ini,
menyelesaikan masalah yang sama. Tidakkah mereka pikir aku bosan? Mengurusi
banyak masalah yang seharusnya bukan bagianku. Jika selama waktu itu pula aku
selalu harus tidur tanpa bisa nyenyak, bertahan dengan rasa sakit yang berulang
di tubuhku, bahkan sesekali harus mampir di rumah sakit atau menelan
bahan-bahan kima yang diracik dalam bentuk pil untuk menahan rasa sakitku.
Tidakkah mereka pikir aku lelah? Jika setiap malam aku harus bekerja untuk
mencukupi kebutuhan diriku sambil otak ini terus berfikir apa yang sebaiknya
kulakukan untuk perkembangan dakwah? Tidakkah mereka pikir aku tertekan? Semua
orang juga butuh dipahami. Jika mereka semua selalu meminta untuk dipahami,
lalu siapa yang bisa memahamiku. Walaupun sebenarnya kita sendiri telah
mengetahui jawabannya bahwa “Allahlah yang kemudian akan memahami kita
pastinya”.
Sahabatku, para aktivis dakwah, pernahkan kita berfikir bahwa
keluhan-keluhan kita dalam aktivitas dakwah selama ini bisa melukai hati
seorang saudara seperjuangan kita? Pernahkah kita berfikir bahwa pilihan untuk
istirahat di jalan ini ternyata menambah beban bagi saudara kita yang harus
menambah amanah dengan bagian yang sebenarnya jatah kita? Tegakah kita saling
menghakimi? Tegakah kita saling mendzolimi?
Jika tidak, kenapa masih ada yang meminta istirahat dijalan dakwah ini walaupun
mungkin hanya sementara? ataukah masih ada yang mengedepankan nafsu-nafsu
pribadi ketika ada seruan dakwah entah rapat, ta’lim dsb, namun kita masih
sempat ogah-ogahan di kost, sedangkan diluar sana ada saudari kita yang sangat
bersemangat untuk menjemput seruan dakwah namun kadang terkendala dengan
persoalan izin saja misalnya!
Semoga itu tidak termasuk kita...(^_^) Karena tempat istirahat kita yang sesungguhnya adalah ketika kita telah
menginjakkan kaki ini di SyurgaNya kelak! Aamiin
Satu lagi alasan kenapa saya tidak menyia-nyiakan agenda-agenda dakwah
adalah karena makna silaturahim yang selalu terjalin dengan tatap muka bersama
kader-kader yang lain. Walaupun sebagian besar tidak jarang ditemui dengan
keluhan-keluhan yang sama saja, tapi tetap saja tak pernah lelah bagi kita saling menasehati untuk tetap istiqomah.
Karena “Nikmat yang paling
indah itu adalah, ketika kita begitu sibuk dengan urusan kita sendiri, namun kita masih menyempatkan waktu untuk
kemudian memikirkan orang lain”
Dan juga diakui atau
tidak, baik atau buruknya perilaku seseorang itu, juga tergantung dengan siapa
ia bergaul. Ketika sahabatnya adalah orang-orang yang memiliki akhlakul karimah
(akhlak yang mulia), maka secara tidak langsung ia telah ikut merasakan langkah
sahabat-sahabat nya yang mulia. Begitu pula sebaliknya, ketika yang mejadi
teman gaul itu adalah sekelompok orang yang jauh dari cahaya Allah, maka kita
pun akan mengikuti mereka sedikit demi sedikit. Sebab itu, kita perlu melihat
lagi dengan siapa kita bersahabat,
sehingga tidak menyesal dikemudian hari.
Terlalu banyak alasan untuk kemudian saya harus
berada di jalan dakwah ini, yah itu sebabnya sampai hari ini para pejuang
dakwah masih tetap tegar dijalan dakwah ini bahkan sampai
harus mengorbankan banyak waktu-waktu pribadi untuk menyelesaikan beberapa
amanah yang kebetulan beruntun dalam waktu yang bersamaan. Bahkan Tak jarang kesehatan sahabat-sahabat pejuang dakwah sering terganggu namun kita harus yakin bahwa Allah tidak pernah menyulitkan hamba-Nya dan
tidak pernah membuat Hamba-Nya menderita, pasti ada maksud lain yang ingin disampaikanNya
dibalik ujian yang diberikan dan pasti ada hikmah yang tersembunyi yang kadang
butuh waktu bagi kita untuk memahaminya.
“Seorang muslim tidak mengalami kelelahan, kesakitan, kedukaan,
kesedihan, penderitaan, maupun kemurungan, hingga tertusuk duri sekalipun, kecuali
Allah akan menghapus sebagian dosa-dosanya karenanya.” (Hadits riwayat Bukhari-Muslim)
Sekarang disaat kita telah tenggelam
dalam aktivitas yang begitu menyibukkan, berkumpul dengan kawan-kawan
seperjuangan, mondar-mandir di forum syuro’ untuk mendiskusikan agenda-agenda
dakwah, mari kita sejenak menoleh dan mencoba berada di dunia Ibu (dibayangkan
aja yah ^_^).
Sejak awal kita memasuki dunia
dakwah ini, orangtua, khususnya lagi ibu kita sebenanya beliau menahan perih di
hati karena harus merelakan waktu bersama anaknya. mungkin diantara kita ada
yang orang tua paham anaknya sebagai seorang aktivis, tapi beliau rela karena
waktu sang anak tidak lain dihabiskan di
jalan Allah SWT. Sadarkah kita disaat hari-harinya penuh dengan pekerjaan yang
melelahkan, ia sempat berharap suatu ketika saat anaknya sudah besar,
anak-anaknya akan dengan senang hati membantunya. Tapi semua itu harus rela ia
pendam, karena sang anak kini sibuk di jalan dakwahnya. Tahukah kita di setiap
doanya selalu menyebut nama anaknya, selalu mengharap kebahagian untuk anaknya,
selalu mengharap keberhasilan bagi kita, dan selalu ada tetes air mata rintihan
rindu kehangatan untuk bersama dengan anak-anaknya. Tapi semuanya beliau pendam
karena sang anak kini sedang berjuang di jalan Allah. Setidaknya begitulah
pikiran yang ada dalam benak beliau.
Tapi kini mari kita kembali
bercermin pada diri kita. Sudah seperti apa diri kita?? Apa memang kita sudah
melakukan seperti apa yang diduga dan diharapkan orangtua kita? bahwa kita
benar-benar telah menghabiskan waktu di jalan Allah SWT, Sudahkah kita
benar-benar berjuang dan berkorban di jalan yang kita pilih ini?? Sudahkah kita
berkorban sebagai mana orangtua kita berkorban?
Rasanya malu sekali, ketika ternyata keikut sertaan kita dijalan dakwah
ini tidak kita maksimalkan peran serta kita di dalamnya. Kita hanya sekedar
menjadi anggota gerakan dakwah yang sekedar ikut syuro’-rapat ini dan itu, tapi tidak pernah memberikan peran yang berarti.
Alhasil, ada atau tidak adanya diri kita akan dianggap sama saja. Seperti
itukah seorang pen-dakwah yang
sesungguhnya??? Selalu meminta izin kepada orangtua untuk pulang terlambat
dengan alasan ada kegiatan dakwah, tapi dalam prakteknya kita hanya sebagai anggota pasif.
Yupzz, kembali pada
rutinitas dirumah seperti biasanya, ketika kita berada
dirumah sudah menjadi tugas kita nyapu, nyuci, masak, dll pokoknya ber-birrul
walidainlah...namun rasanya ada yang mengganjal ketika kita sibuk dengan rutinitas dirumah,
sedangkan diluar sana banyak agenda dakwah yang harus
dihadiri. Apa mau dikata, mengambil hati ayah dan ibu haruslah jadi prioritas, maka dari itu mulai hari
senin sampe kamis harus start
ekstra rajin biar jum’at-sabtu-ahad bisa diizinkan keluar. *eh ada udang dibalik
batu..hehe ^_^
Abu Said al Khudri berkata : Seorang lelaki berhijrah kepada Rasulullah
dari Yaman dan ingin jihad, lalu Rasulullah bertanya, "Apakah di Yaman
masih ada orang tuamu?" "Ya". Nabi saw bertanya, "Apakah keduanya telah
mengizinkanmu?"
Orang itu menjawab, "Tidak" Nabi saw bersabda, "Kembalilah
kepada kedua orag tuamu dan mintalah izin dari keduanya. Jika keduanya
mengizinkan maka kamu boleh ikut berjihad, jika tidak mengizinkan maka kamu harus berbuat
baik kepada keduanya, karena hal itu merupakan sebaik-baik apa yang kamu pakai
bekal untuk bertemu Allah setelah tauhid.” (Diriwayatkan
oleh Ahmad dan Ibnu Hibban)
Kesulitan memperoleh izin dari orang tua memang dialami oleh setiap kita
(aktivis dakwah), khusus buat yang nggak nge-kost di daerah kampus, karena
kebanyakan dari kita berasal dari berbagai daerah bahkan ada yang dari luar
kota makassar. Bahkan kita yang tinggal bersama orang tua, biasanya perlu pake'
surat permohonan izin kepada orang tua untuk agenda-agenda yang menuntut dan
mengharuskan kita untuk bermalam misalnya. Bakal ribet kan? Tenang, ini hanya
perlu disiasati. yah, dengan menarik perhatian mereka ketika di rumah. Jangan
sampai, kita rajin di lapangan dakwah, tapi malas di rumah sehingga ketika
meminta izin ketika ada agenda dakwah, sulit sekali diberi ongkos jalan. *eh?
-__- maklum
saja jarak dari rumahku ke kampus bukan hanya beberapa langkah, tapi musti naik
angkot berhubung kurang lebih 35 menit naik angkot baru nyampai dan ditambah lagi BBM naik sudah
naik pada waktu itu! Hehe... kebayang ^_^
yupzz kembali ke fokus!
Kembali pada management diri dalam keluarga. Jadi
cara kita membahasakan aktivitas dakwah kita pada orang
tua, dengan santai. Gunakan bahasa di rumah. Jangan terburu-buru bilang mau
syuro' tanpa menjelaskan maknanya. Bilang mau liqo' tapi gak dijelaskan ke mana
liqo'nya. Terbuka sama keluarga itu perlu. Sembari melakukan kewajiban kita
sebagai anak yang rajin, sholih, pinter ngaji, penurut dsb.. hehee
Mengambil hati orang tua itu suatu
keharusan agar dapat ridho Allah en mudah dapet izin buat kita berdakwah ^_^
Semoga apapun alasan kita itu bisa
menjadi udzur di hadapan Allah SWT kelak. Namun harus benar-benar ada usaha
keras kita untuk selalu mendapat ridho dari orang tua. Jangan lantas menjadikan
udzur tersebut sebagai alasan tanpa ada usaha untuk keluar darinya.
Nah, berikut ini sedikit trik-trik yang
dapat dipraktikkan untuk mencuri hati orang tua
1 . Jadilah anak yang rajin
Kerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah
yang kamu bisa, misalnya menyapu lantai, mengepel, mencuci pakaian orang tuamu,
memasak, mencuci piring, dan banyak lainnya. Makan bareng, ajak sholat bareng,
Mungkin apabila engkau dahulu tidak biasa melakukan hal yang demikian, maka
orang tuamu akan heran dengan perubahan sikapmu.
2.
Tunjukkan akhlak yang baik
Untuk
point ini mempunyai andil besar
dalam meraih ridho orang tua. Tunjukkan perilaku yang baik selama engkau
bersama orang tua di rumah berbicaralah kepada mereka dengan sopan dan lemah-lembut,
rendahkan suaramu di hadapannya. Tunjukkan bahwa aktivis dakwah itu anaknya
baik-baik, nurut sama orang tua, dan tidak membangkang orang tua.
3. Hindari debat dengan orang tua
Banyak
kasus-kasus yang para orang tua terlanjur illfeel dengan
aktivis dakwah gara-gara terburu-burunya dalam berdakwah kepada keluarganya.
Biasanya ini dialami oleh ikhwa yang baru awal-awal berhijrah karena begitu
bersemangatnya. Bersegera dalam dakwah keluarga itu memang sangat bagus asalkan
berdakwah dengan lemah-lembut. Bukan ketika kita melihat kemungkaran kemudian
langsung berkata, “Itu bid’ah, ini bid’ah, itu gak ada tuntunannya, ini gak
boleh, haram hukumnya!”. Lihat-lihat sikon, siapa kita, dan siapa yang kita
hadapi. Jika kita tergesa-gesa dan salah langkah, bukan kesadaran yang didapat
melainkan mereka akan lari dari dakwah kita. Namun, jika memang mereka
memancing perdebatan, maka jawablah dengan sopan, lemah-lembut, dan tidak
terkesan menggurui...ok!
4. Ceritakan yang
baik-baik tentang dakwah
Bukan berarti kita harus membaca
siroh sampai tamat sehingga bisa menceritakan sejarah, dll, melainkan kita
harus ceritakan kepada orang tua tentang aktivis dakwah, adab-adab mereka yang
baik-baik, hafalan anak-anak kecil yang masya Allah, dll.
Jadi, pada dasarnya trik mana yang
sesuai untuk dijalankan itu kita sendiri yang lebih bisa menentukan.
Keempat trik diatas bisa berhasil
apabila keluarga kita biidznillah mudah untuk menerima. Namun bagi yang belum
berhasil, coba baca trik terakhir di bawah ini.
5.
Terkadang nekat itu perlu
yupzz kita sebut jurus pamungkas!
Ini merupakan jalan keluar terakhir bagi kita ketika berada dalam kondisi tidak
nyaman seperti ini. Bagi kita yang sudah sekian tahun lamanya berjuang dan juga
berdo’a tentunya tetapi masih saja belum membuahkan hasil berupa keridhoan
orang tua dan apabila kita berpikir, “Harus sampai kapan begini terus. Kalau
bukan sekarang kapan lagi“, maka trik ini tidak ada salahnya untuk dicoba.
Namun, ini hanya boleh dipraktikkan oleh kita yang benar-benar tegar dan tahan
banting dan harus memegang erat pendiriannya serta harus siap dengan segala
konsekuensi dari pilihannya tersebut. Misalnya, nekat terlambat pulang maka harus
siap untuk selalu diceramahin pas pulang dirumah, jadi selepas kuliah walaupun
kuliah pagi dan hanya 1 mata kuliah saja, kemudian ada agenda di sore hari,
maka kita boleh me-Non Aktifkan HP kita disaat-saat tertentu karena biasanya
ada orang tua yang cemasnya berlebihan, masih sore aja sudah diteror sama orang
tua, kurang lebih redaksinya seperti ini; “kalau sudah tidak ada kegiatan
perkuliahan, pulang skarang!!!” jadi apapun alasannya orang tua tidak mau
tau... hikssss... yaahh itu mungkin sudah biasa yah, orang tua mana yang tidak
cemas, apalagi menjelang magrib misalnya, tapi bila Hp kita Non Aktif, biasanya
siap-siap saja teman dekat kita yang jadi sasaran diteror, setidaknya orang tua
memastikan terambat pulangnya kita sebab ada kegiatan bersama dengan teman kita,
karena biasanya ada pemakluman lebih bila orang tua berbicara langsung dengan
teman kita, dll. Nah, itu hanya salah satu contoh saja, jadi silahkan
berkreatif dengan jurus-jurus pamungkasnya.
Luruskan niat semata-mata hanya mengharap Ridho Allah SWT. Seseorang akan
mendapatkan apa yang dia niatkan. Dalam hal ini saya tidak bermaksud
mengajarkan seorang anak membangkang pada orang tua. Namun perlu diingat lagi
bahwa kita lebih tahu kadar diri kita. kita pun lebih tahu kondisi orang
tua kita jadi pikirkan matang-matang setiap gerak-gerik dan langkah kita.
Keberhasilan tergantung pada usaha kita dan semata-mata atas pertolongan Allah
SWT.
Allah SWT berfirman;
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong
(agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu."
(QS. Muhammad : 7)
Semoga ini bisa menjadi penyemangat
bagi kita
semua ikhwafillah!
Wallahu
a’lam, semoga trik di atas berhasil dan bisa menjadi motivasi bagi para pejuang
dakwah. Pertahankan apa yang sudah susah payah kita perjuangkan. Luruskan
niat semata-mata hanya untuk mengharap ridho Allah SWT.
Karena
Allah telah tunjukkan jalan...maka genggamlah erat-erat
dakwah ini dan mohonlah Allah untuk bukakan kemudahan lewat orangtua...
Karena
Allah telah tunjukkan jalan...jagan pernah gentar dengan
penghalang apapun, karena itu akan menjadi ujian seberapa yakinnya kita akan
janjiNya...
Karena
Allah telah tunjukkan jalan...semoga istiqomah dan
menjadi langkah menuju surga bersama orang-orang yang kita cintai kelak...
Wahyuni~Sakura ^_^
Hanya salah satu penulis dalam buku ini dari sekian banyak Ikhwa Stikes NHM yang hebat-hebat (KAMMI&LDK)